Sunday, January 17, 2016

UN Diganti Ujian Tingkat Kompetensi Pada 2016

Staf khusus Mendikbud bidang komunikasi media, Sukemi mengatakan, Ujian Nasional (UN) akan digantikan dengan ujian tingkat kompetensi pada tahun 2016 untuk menyesuaikan dengan Kurikulum 2013, namun belum ada keputusan final.
Menurut Sukemi, jika UN masih dilaksanakan pada tahun ini, karena tahun ini penerapan Kurikulum 2013 masih kelas 1,2,4,5 SD, 7,8 SMP, dan 9,10 SMA.
Staf ahli Mendikbud Abdullah Alkaf, mengatakan, jika UN hanya diadakan sekali pada akhir studi, maka ujian tingkat kompetensi itu akan dilakukan dari kelas 1 SMP/SMA ke kelas 2, dan seterusnya, bahkan pada akhir studi akan ada dua kali ujian tingkat kompetensi.
Menurut dia, ujian tingkat kompetensi itu akan dilaksanakan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, sedangkan di tingkat nasional akan ada ujian mutu tingkat kompetensi yang diadakan Kemendikbud.
Yang jelas, menurut Abdullah, UN akan berubah pada tahun 2016, karena Kurikulum 2013 menghasilkan lulusan dengan kompeten berbeda yang sifatnya terpadu yakni sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

sumber: click here

Bahas Guru Satu Menteri Tiga Kepala Daerah Duduk Bareng

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan (kedua kiri) memberikan pandangan diskusi bersama tiga Kepala Daerah di Jakarta, Selasa (22/12/2015). Diskusi membahas Pengelolaan Guru, Sentralisasi atau Desentralisasi.

Friday, January 15, 2016

Download Arsif LPPKS

Download Arsif LPPKS

No Nama File Download
1 NASKAH: UJIAN NASIONAL (UN), MASIH PERLUKAH? download
2 KONSEP DASAR, SUBSTANSI DAN ASPEK PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN download
3 RTK Calon Kepala Sekolah download
4 Peta Kompetensi Kurikulum 2013 download
5 Penjelasan Tentang Rencana Tindak Lanjut download
6 Catatan Lapangan Rupa-Rupa Pendampingan download
7 Studi Kajian Manajemen Dan Kepemimpinan Sekolah download
8 Principals Edisi No 4 Tahun II April 2012 download
9 Principals Edisi No 5 Tahun II Agustus 2012 download
10 UU No 20 Tahun 2003 - Sistem Pendidikan Nasional download
1 2 Next

Mulai 2016 Guru Calon PNS Wajib Mengikuti Program SM3T

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) punya solusi baru untuk mengatasi kesenjangan pendidikan antara daerah di Jawa dan wilayah luar Jawa. Mulai tahun 2016, peminat guru PNS wajib mengikuti program sarjana mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal dan (SM3T) serta pendidikan asrama dahulu.

Dengan sistem itu, menjadi guru pegawai negeri sipil alias PNS hampir mirip dengan menjadi dokter karena sama-sama harus mengabdi di daerah terpencil dahulu. Seperti diketahui, untuk menjadi dokter PNS, calon dokter harus mengikuti program pegawai tidak tetap (PTT) di daerah terpencil.

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirdiktendik) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Supriadi Rustad menjelaskan, pada prinsipnya sarjana guru yang ingin melamar menjadi PNS wajib lulus program pendidikan profesi guru (PPG). ”Nah, mulai 2016 program PPG ini wujudnya adalah praktik mengajar di daerah pedalaman (baca: SM3T) dan pendidikan di asrama,” ujarnya di sela-sela pembukaan pameran foto aktivitas guru SM3T di kantor Kemenristekdikti.

Program SM3T sebetulnya bukan program baru. Program yang dipelopori Mendikbud Mohammad Nuh itu sudah menerjunkan 2.400 calon guru PNS untuk kali pertama pada November 2011 ke berbagai pelosok negeri. Kini SM3T telah memasuki angkatan kelima.
Peserta program SM3T diseleksi dan dibekali di 21 lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK). Mereka diterjunkan dan mengabdi di wilayah terpencil selama setahun. Setelah itu kembali ke LPTK, mengikuti PPG berasrama selama dua semester. Selama mengabdi di daerah 3T dan menjalankan PPG, mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Pemerintah menetapkan sembilan provinsi yang menjadi tempat penempatan SM3T, yaitu Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku. ”Kabupaten-kabupaten di provinsi itu pasti jauh dari kota,” kata Supriadi. Misalnya Kabupaten Jayawijaya dan Lanny Jaya, Papua. Lalu pedalaman Provinsi Aceh seperti Aceh Singkil, Pidie Jaya, dan Gayo Lues. Sementara di NTT, peserta SM3T disebar antara lain di Alor, Lembata, Rote Ndao, dan Flores Timur.
Untuk program pendidikan asrama, ada beberapa perguruan tinggi yang digandeng guna menjalankan LPTK. Antara lain Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan Universitas Negeri Makassar (UNM). Pada umumnya, setiap LPTK itu mengembangkan kurikulum calon guru secara mandiri.

Dalam kurikulum pembelajaran asrama tersebut, dosen di LPTK wajib menjadi model bagi calon guru. Dengan demikian, dosen-dosen pendidikan asrama peserta PPG itu wajib S-2 atau S-3 bidang pendidikan sesuai dengan bidang keahlian yang diajarkan. Misalnya bidang keahlian pendidikan matematika, fisika, bahasa Indonesia, dan sejenisnya.

Kemudian, cara mengajar dosen juga tidak konvensional seperti pada umumnya. Sebaliknya, para dosen pendidikan asrama itu wajib mengajar berbasis active learning in higher education (ALIHE). Pembelajaran model itu memiliki porsi praktik langsung yang lebih banyak. Dengan sistem tersebut, pendidikan asrama mencetak guru yang bisa melaksanakan active learning in school (ALIS).

Dengan sistem baru rekrutmen guru itu, pemerintah akan memetakan kebutuhan guru baru secara nasional. Kemudian, Kemenristekdikti melalui kampus LPTK membuka seleksi peserta PPG. ”Jumlah yang diterima PPG ini disesuaikan dengan kebutuhan nasional,” ucap guru besar Unnes tersebut.
Menurut Supriadi, sistem baru rekrutmen guru itu mendapat sambutan positif dari kepala daerah. Sejumlah kepala daerah yang ketempatan atau menjadi tuan rumah SM3T membuka formasi PNS guru untuk alumni SM3T. Supriadi mengatakan, meskipun program SM3T dijalankan pemerintah pusat, status guru PNS tetap ada di pemerintah daerah setempat.

Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir mendukung program baru rekrutmen CPNS guru. Dia menyatakan, program SM3T benar-benar menggembleng calon guru. ”Mereka tidak hanya menunggu siswa datang ke sekolah, tetapi sampai menjemput siswa di rumah-rumah supaya mau ke sekolah,” ungkap mantan rektor Universitas Diponegoro Semarang tersebut.

Mendikbud Anies Baswedan juga mengisyaratkan perlu adanya reformasi rekrutmen guru. Menurut dia, selama ini rekrutmen guru begitu longgar. Siapa saja bisa menjadi guru tanpa ada seleksi kompetensi. Ujungnya, pemerintah kesulitan dalam pembinaan dan pengawasannya. Anies sepakat jika rekrutmen guru diperketat demi mendapatkan guru-guru yang berkualitas.
sumber: click here

Friday, January 8, 2016

Inilah Jadwal Pembagian Rapor Hasil UKG

Usai menggelar uji kompetensi guru (UKG), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan memberikan pelatihan bagi para guru. Targetnya, memperbaiki kompetensi guru yang masih di bawah standar.

Dalam Kilasan Kinerja Setahun Kemdikbud di Jakarta, Rabu (30/12/2015), Mendikbud Anies Baswedan menyebutkan, rata-rata nilai UKG nasional adalah 53,02, sedangkan pemerintah menargetkan rata-rata nilai di angka 55. Selain itu, rerata nilai profesional 54,77, sementara nilai rata-rata kompetensi pendagogik 48,94.

Setiap guru, ucap Anies, akan mendapatkan rapor yang di dalamnya terdapat data guru beserta 10 komponen penilaian. "Komponen yang masih berwarna merah menandakan guru itu perlu mendapatkan pelatihan di bidang tersebut," kata Anies.

Mantan Rektor Universitas Paramadina ini menambahkan, pihaknya terus melakukan perbaikan sampai akhirnya menjadi sempurna. Meski demikian, Anies mengingatkan agar hasil UKG tidak dijadikan sebagai alat hukuman untuk guru.

"UKG seperti bercermin. Dari hasil itu akan diperbaiki untuk meningkatkan kinerja guru. Pengembangan pelatihan dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru," tuturnya.

Sementara Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Sumarna Surapranata memaparkan, rapor hasil UKG akan dibagikan ke sekolah pada pertengahan Januari 2016. Sedangkan pelatihan untuk para guru direncanakan dilakukan pada Mei 2016.

"Target hasil akan disebarkan pada pertengahan Januari, semoga tidak ada kendala. Sekarang tinggal menunggu hasil dari beberapa daerah yang menggunakan UKGoffline. Pelatihan bagi peserta rencananya Mei 2016," tandas pria yang akrab disapa Pranata itu.
Sumber : http://news.okezone.com

Thursday, January 7, 2016

Opini : Indonesia Kurang Promosi di Bidang Pendidikan

kembali bersekolahPertukaran pelajar sudah menjadi hal yang biasa di dunia kampus. Saat ini, banyak mahasiswa Indonesia yang dikirim ke kampus-kampus di luar negeri untuk menimba ilmu selama periode tertentu.

Selain pelajar, kerjasama internasional suatu universitas juga dilakukan dengan mengirim dosen ke luar negeri atau mendatangkan dosen ke Indonesia. Vice Rector for Collaboration and Program Development Unika Atma Jaya, Lina Salim berpendapat, ada dua kendala yang dialami universitas saat melakukan pertukaran.

“Kalau melakukan kunjungan ke luar negeri, masalahnya dana. Tapi kalau mendatangkan dosen dari sana, kendalanya di birokrasi masuk Indonesia,” tuturnya.

Lina menjelaskan, kedutaan besar Indonesia di luar negeri kurang agresif mempromosikan pendidikan di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia kurang dikenal sebagai destinasi mahasiswa asing yang ingin melakukan pertukaran pelajar atau melanjutkan studi.

Saat ini, ujar Lina, perguruan tinggi di Asia, seperti Korea dan China sedang gencar melakukan pendekatan dengan universitas di Indonesia. Dia juga tak menampik pemerintah Indonesia sekarang sudah mulai memperhatikan kerjasama luar negeri, terutama bagi perguruan tinggi swasta (PTS).

“Ya pemerintah sudah mulai adil, seperti memberi dana dan mengajak PTS ikut pameran pendidikan di luar negeri,” imbuhnya.

Dia berharap, kampus-kampus di Indonesia lebih dipromosikan secara aktif oleh kedutaan besar Indonesia di luar negeri. Misalnya dengan memberi informasi tentang jurusan-jurusan atau kampus yang tersedia.

“Jadi orang tahu Indonesia enggak cuma Bali, tapi tahu kalau kita juga punya perguruan tinggi yang bisa dijadikan tempat untuk belajar,” tandasnya.

Sumber berita: liputan6.com dan redaksi

Wednesday, January 6, 2016

Fakta : Pendidikan Menjadi Lampu Aladin Untuk Mengentaskan Pendidikan

Lampu aladin pendidikanPenerapan konsep Adopsi Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) perlu dicapai. Namun, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengkhawatirkan salah satu poin dari konsep SDGs yakni kualitas pendidikan atau quality of education.

“Saya termasuk orang yang khawatir dengan pendidikan kita. Anak-anak itu sudah enggak semangat lagi,” keluh Sofyan di kantornya, Jakarta.

Sofyan pun membandingkan kondisi tersebut dengan salah satu direktur perusahaan Jepang. Sang direktur yang usianya sudah mencapai 70 tahun itu masih memiliki semangat. Berbeda dengan anak-anak di Indonesia yang tidak memiliki rasa semangat.

“Dia (direktur Jepang) itu masih begitu bersemangat saat berbicara. Berbeda dengan anak-anak kita, meski tentu enggak semua. Anak-anak kita kurang kreatif, padahal di tahun mendatang kreativitas jadi kunci paling penting,” tegas Sofyan.

Menurut Sofyan, semua sasaran dari konsep SDGs memang harus dicapai. Namun, pendidikan yang terpenting karena akan memajukan ekonomi serta mengentaskan kemiskinan.

“Lebih penting menurut saya nomor empat, yakni quality of education. Pendidikan menjadi lampu Aladin yang mengangkat dan mengentaskan orang dari kemiskinan terutama pendidikan berkualitas. Kita harus pikirkan pendidikan di negara ini,” tukasnya.

Sumber berita: liputan6.com dan redaksi
Sumber gambar: www.pinterest.com

Tuesday, January 5, 2016

Fakta : Pudarnya Semangat Sekolah Generasi Muda Indonesia

anak malas sekolahPemerintah menyatakan pendidikan merupakan kunci bagi sebuah negara untuk mengentaskan kemiskinan. Sayangnya, semangat generasi muda Indonesia untuk mengecap pendidikan mulai terkikis sehingga hal tersebut bisa menjadi ancaman bagi bangsa ini dalam mewujudkan cita-cita besarnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Sofyan Djalil mengatakan, salah satu tujuan atau sasaran penting dalam mandat seluruh negara terhadap pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan atau Suistanable Development Goals (SDGs) adalah pendidikan yang berkualitas.

“Dari 17 target sasaran SDGs, menurut saya yang paling penting quality of education. Pendidikan menjadi lampu aladin yang mengangkat dan mengentaskan orang dari kemiskinan, terutama dari pendidikan yang berkualitas,” tegasnya saat Workshop Indonesia Menuju SDGs di kantor Bappenas, Jakarta.

Namun melihat faktanya, kata Sofyan, pemerintah dan seluruh pihak harus memikirkan kualitas pendidikan di Negara ini. Pasalnya, ia mengaku ironi dengan memudarnya semangat para generasi muda, terutama anak-anak Indonesia untuk bersekolah.

“Saya termasuk orang yang khawatir dengan pendidikan kita. Anak-anak sudah tidak semangat lagi, tidak punya spirit lagi. Juga kurang kreatif, padahal di tahun-tahun mendatang, kreatifitas menjadi kunci penting bagi kemajuan bangsa Indonesia maupun diri mereka sendiri,” jelas mantan Menko Bidang Perekonomian itu.

Indonesia, diakuinya, merupakan salah satu negara yang berkomitmen mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan untuk mencapai 17 target sasaran yang telah ditetapkan dari hasil pertemuan The United Nations Conference on Suistanable Development (UNSCD) yang diselenggarakan di Rio de Jeneiro pada Juni 2012.

“Kita harus melaksanakan SDGs, meskipun belum tentu semua bisa dicapai oleh masyarakat dunia, tapi memang mesti dilaksanakan. Jadi sangat penting bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat, akademisi, parlemen dan lainnya bukan cuma pemerintah,” tegas Sofyan.

Menurutnya, ini merupakan tantangan besar bagi seluruh umat manusia. Sebanyak 17 target ini, dinilai Sofyan sebuah sasaran yang ambisius, namun bermanfaat besar bagi manusia. “Kalau bisa dicapai (target), maka dunia ini akan menjadi better place to live,” terang Sofyan.

Untuk diketahui, pada 25 September lalu, sebanyak 193 pemimpin dunia terasuk Indonesia yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat komitmen terhadap 17 sasaran global untuk mencapai 3 isu paling penting agar dapat diakhiri pada 2030.

Sebanyak 3 isu paling krusial ini, antara lain, pertama, mengakhiri kemiskinan yang ekstrem. Kedua, melawan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta terakhir, menanggulangi perubahan iklim.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: www.republika.co.id


Sunday, January 3, 2016

Apa Solusi Untuk Anak yang Putus Sekolah ?

Sejumlah siswa SD mengikuti pawai perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Karangawen, Demak, Jateng, Sabtu (2/5)Saat ini, jutaan anak Indonesia putus sekolah dan tidak merampungkan pendidikan menengah.

Padahal, pemerintah telah mencanangkan program Wajib Belajar 12 Tahun guna meningkatkan jumlah siswa di sekolah.

Dalam diskusi pendidikan di Kemendikbud, Education and Knowledge Management Specialist, ACDP Indonesia, Totok Amin Soefijanto menyebutkan,

“Bisa juga memanfaatkan fasilitas lain. Bahkan di Papua ada rumah warga yang dijadikan sebagai tempat belajar,” ujar Totok di Kemendikbud.

Totok menambahkan, keberadaan sekolah non formal juga diperlukan. Dengan begitu, ketika siswa putus sekolah, pendidikan di sekolah non formal tersebut bisa menjadi persiapan anak-anak itu agar bisa masuk sekolah formal kembali.

“Karena semakin lama mereka berhenti sekolah, semakin sulit untuk memulai lagi,” tambahnya.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: majalahkartini.co.id

Tugas Kepsek Setelah Siswa Lulus Belum Selesai

siswa smp lulusTugas kepala sekolah tidak terhenti hanya saat siswanya lulus sekolah. Setelah itu, kepala sekolah masih harus terus memantau mantan anak didik mereka.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan, kewajiban kepala sekolah adalah hingga siswa mereka terdaftar ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dengan kata lain, kepala sekolah harus memastikan ke mana siswa mereka melanjutkan pendidikan.

“Tolong kepala sekolah jangan selesai hanya hingga menyerahkan ijazah. Kewajiban kepala sekolah ada sampai siswanya mendaftar ke jenjang pendidikan berikutnya,” ujar Hamid dalam diskusi pendidikan di Kemendikbud, Jakarta.

Kepala Sekolah SMPN 7 Tangerang Selatan, Marhaen Nusantara mengamini hal tersebut. Marhaen mengaku, selalu memantau siswa-siswinya yang sudah lulus sekolah.

Di sekolah, kata Marhaen, ada panitia kolektif yang mendata siswa mereka yang melanjutkan ke sekolah negeri. Sedangkan para siswa yang akan melanjutkan ke sekolah swasta, diharapkan untuk melaporkan sekolah mana yang dituju.

“Tapi biasanya saat mengambil SKHUN, kami bertanya ke siswa sudah diterima di sekolah mana saja, jadi mereka bisa terdata,” imbuhnya.

Sementara itu, Hamid menegaskan agar pengelola sekolah tidak lagi menyeleksi calon siswa. Larangan ini sejalan dengan semangat implementasi Wajib Belajar 12 Tahun yang dicanangkan pemerintah.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi

Syarat Pendidikan yang Baik

syarat pendidikan yang baikStandar Pelayanan Minimal (SPM) dalam pendidikan diperlukan agar mutu pendidikan Tanah Air bisa lebih baik. Sistem ini juga menyelesaikan kekurangan yang dimiliki setiap sekolah. Lead Adviser on Skills Development, Higher Education and Education Governance, ACDP Indonesia, Abdul Malik, mengungkapkan, SPM pendidikan bertujuan untuk membantu pengelolaan sekolah.

“Tidak hanya mendata infrastruktur, tetapi juga mengatur apa-apa saja yang harus ada dan harus terjadi di sekolah,” kata Abdul di Kemendikbud.

SPM juga bisa menjadi rencana kerja sekolah, misalnya tentang apa yang akan dibangun atau fasilitas apa yang akan dipenuhi. Abdul menilai, pemenuhan kebutuhan secara bertahap cukup baik.

Sesuai SPM pendidikan, indikator ini menjadi syarat terselenggaranya pendidikan yang baik di Indonesia:
  1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki maksimal 3 km.
  2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/Madrasah Ibtidaiyah tidak lebih dari 32 orang dan SMP/Madrasah Tsanawiyah 36 orang.
  3. Setiap sekolah memiliki ruang laboratorium IPA yang lengkap untuk 36 peserta.
  4. Di setiap sekolah tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap guru.
  5. Di setiap sekolah tersedia satu orang guru untuk 32 siswa, dan enam orang guru untuk satuan pendidikan dan untuk daerah khusus empat orang guru di satuan pendidikan.
  6. Setiap sekolah memiliki satu orang guru di setiap mata pelajaran.
  7. Setiap sekolah SD/ Madrasah Ibtidaiyah memiliki dua orang guru yang telah memenuhi kualifikasi akademik yakni S-1 atau D-IV serta dua orang guru yang memiliki sertifikat pendidik.
  8. Setiap sekolah SMP/ Madrasah Tsanawiyah memiliki guru berkualifikasi S-1 atau D-IV sebanyak 70 persen dan separuhnya memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing 40 persen dan 20 persen.
  9. Setiap SMP/Madrasah Tsanawiyah memiliki masing-masing guru berkualifikasi S-1 atau D-IV dengan sertifikat pendidik masing-masing pada mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
  10. Semua kepala sekolah di setiap kabupaten berkualifikasi S-1 atau D-IV.
  11. Semua pengawas di setiap daerah kabupaten /kota memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV.
  12. Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana serta melaksanakan kegiatan yang berfungsi untuk membantu satuan pendidikan agar bisa mengembangkan kurikulum serta proses pembelajaran.
  13. Pengawas wajib melakukan kunjungan setiap satu bulan sekali. Dan dalam kunjungannya berlangsung selama tiga jam untuk melakukan supervisi serta pembinaan.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: ahtechno.com


Friday, January 1, 2016

Tau Gak Sih ! Indonesia Juga Ikut Serta Membangun Masa Depan Dunia

indonesia ikut membangun masa depanLebih dari 20 pemimpin dunia termasuk lima mantan presiden dan perdana menteri serta tiga peraih Nobel, bergabung ke dalam Komisi Internasional Pendanaan Kesempatan Pendidikan Global (Komisi) untuk mengatasi permasalahan kurangnya pendanaan terhadap pendidikan di seluruh dunia. Komisi ini, yang didukung oleh Pemerintah Norwegia dan PM Erna Solberg, akan mengkaji masa depan pendidikan mengingat saat ini terdapat 124 juta anak putus sekolah di seluruh dunia.

Pembentukan Komisi ini datang pada saat yang tepat di saat jumlah anak putus sekolah tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Faktor lainnya adalah meningkatnya konflik sosial sehingga memaksa banyak anak untuk menjadi pengungsi tanpa adanya kejelasan masa depan bagi pendidikan mereka. Komisi ini akan mengeksplorasi cara pendidikan untuk membantu wujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera, serta keamanan dan ketahanan global yang lebih baik untuk 15 hingga 20 tahun ke depan.

Selain PM Norwegia, Komisi ini juga diprakarsai oleh Presiden Chile Michelle Bachelet, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Malawi Peter Mutharika, dan Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova. Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global, Gordon Brown, didapuk sebagai Ketua Komisi.

PM Solberg, menyampaikan, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk memerangi kemiskinan. Dia meyakini, mendidik seorang anak perempuan adalah sebuah investasi paling efektif untuk mewujudkan pembangunan.

“Kalau Anda mendidik seorang anak perempuan, Anda mendidik seluruh bangsa. Saya yakin Komisi ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk menjadikan pendidikan sebagai elemen utama di dalam pembangunan pada 2030 dan seterusnya,” tutur Solberg.

Berikut adalah jajaran tokoh yang terlibat di dalam Komisi ini:
  1. Anant Agarwal, CEO EdX
  2. Jose Manuel Barroso, Mantan Presiden Portugal, Komisi Eropa
  3. Felipe Calderon, Mantan Presiden Meksiko
  4. Kristin Clemet, Managing Director Civita
  5. Aliko Dangote, CEO Dangote Group
  6. Julia Gillard, Pimpinan Kemitraan Global untuk Pendidikan dan Mantan PM Australia
  7. Baela Raza Jamil, Direktur Program untuk Idara-e-Taleem-o-Aagahi
  8. Lee Ju-ho, Mantan Menteri Pendidikan Korea Selatan
  9. Jim Kim, Presiden Grup Bank Dunia
  10. Anthony Lake, Direktur Eksekutif UNICEF
  11. Jack Ma, Pendiri dan Pimpinan Eksekutif Alibaba Group
  12. Graca Machel, Pendiri Graca Machel Trust
  13. Strive Masiyiwa, CEO Econet Wireless
  14. Teopista Birungi Mayanja, Pendiri Persatuan Guru Nasional Uganda
  15. Ngozi Okonjo-Iweala, Mantan Menteri Keuangan Nigeria
  16. Kailash Satyarthi, Pendiri Bachpan Bachao Andolan
  17. Amartya Sen, Dosen Harvard University
  18. Theo Sowa, CEO Badan Dana Pembangunan Wanita Afrika
  19. Lawrence Summers, Presiden Emeritus, Harvard University; Menteri Keuangan ke-71 pada Masa Kepemimpinan Presiden Bill Clinton dan Direktur Dewan Perekonomian Nasional pada Masa Kepemimpinan Presiden Obama
  20. Helle Thorning-Schmidt, Mantan PM Denmark

Menteri Kerjasama Internasional dan Pembangunan untuk Uni Emirat Arab, Sheikha Lubna Al Qasimi, akan menghadiri sesi peresmian Komisi ini. Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB, Jeffrey Sachs, akan ambil bagian pada sesi pertemuan ketiga. Malala Yousafzai didapuk sebagai salah satu panelis remaja Komisi ini.

Komisi telah menggelar pertemuan pada 29 September yang lalu pada Sidang Umum PBB untuk memulai analisis perekonomian agar dapat menginspirasi dan mengajak para pemimpin dunia untuk terlibat di dalam prakarsa ini. Pada September 2016, Komisi ini akan melaporkan seluruh hasil kerja kepada jajaran Pemrakarsa dan Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang sepakat untuk menerima laporan tersebut dan menindaklanjuti segala rekomendasi yang termaktub di dalam laporan tersebut.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: hello-pet.com

Daerah Terpencil Jadi Tantangan Dunia Pendidikan Indonesia

Sekolah di daerahPendidikan di Indonesia belum merata. Kesenjangan kualitas pendidikan antara di kota dengan di daerah terpencil masih tinggi. Padahal, Indonesia membutuhkan SDM bermutu untuk mengelola kekayaan alam yang berlimpah ruah.
Support Coordinator Sekolah Anak Indonesia dari Yayasan Alirena, Yuni Chairani mengatakan, kinerja dan profesionalitas tenaga pendidik di daerah terpencil masih rendah.
“Masalah pendidikan di daerah tertinggal itu cukup luas. Selain masalah guru, kesadaran orangtua akan pendidikan masih rendah, fasilitas jauh berbeda dengan di kota,” ujarnya di sebuah seminar dalam Pameran dan Konferensi Pendidikan GESS 2015 belum lama ini.
Selain itu, lanjut dia, masalah yang dihadapi, yakni pola pembelajaran anak yang masih konvensional. Sebab, guru hanya menerangkan secara ceramah, tanpa ada inovasi atau modifikasi sistem pembelajaran.
“Untuk itu kami mencoba mengubah sistem pembelajaran di sekolah-sekolah pedalaman,” imbuhnya.
Sebaga percontohan, Yuni dan timnya mengambil daerah Kabupaten Lanny Jaya, Papua Tengah. Yuni menjelaskan, mulai kelas 4 SD, para siswa akan masuk asrama. Sekolah unggulan tersebut, kata Yuni, diharapkan dapat mencetak calon generasi yang dapat meneruskan pembangunan di Papua. Oleh karena itu, meski gratis, siswa yang ingin masuk asrama harus sudah bisa membaca.
“Ada seleksinya, sambil mengajarkan mereka profesional juga,” ucapnya.
Untuk menghasilkan mutu pendidikan yang baik, para guru pun dikirim khusus ke daerah pedalaman. Hal ini juga dinilai sebagai tantangan lantaran sulit mencari guru yang mau dikirim ke sana.
“Inginnya cari guru dari Papua juga, tapi mereka tidak bisa instan, harus dibimbing dulu. Mungkin tahun depan baru ada rencana. Sementara guru yang dikirim ke sana juga harus dikontrol,” tukasnya.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: joss.today

Active Learning & Fun Learning Juga Harus Didukung Metode Berpikir Kritis

Active Learning dan Fun LearningSistem pembelajaran secara konvensional dinilai membosankan oleh kebanyakan pelajar. Oleh karena itu, muncul berbagai sistem pembelajaran baru yang lebih dinamis dan menyenangkan. Namun, ternyata active learning dan fun learning saja enggak cukup. Sebab, setiap anak juga harus dilatih berpikir kritis.

Melalui sebuah seminar, Support Coordinator Sekolah Anak Indonesia dari Yayasan Alirena, Yuni Chairani, memperkenalkan sistem belajar anak pelaku pembelajaran (APEL). Melalui sistem ini, siswa diajak untuk menganggap topik pembelajaran menjadi riset.

“Kami cari sistem pengajaran yang bisa menimbulkan sikap kritis dan berpikir logis,” ungkap Yuni di Jakarta Convention Center (JCC) baru-baru ini.

Yuni memaparkan, dengan sistem belajar APEL siswa akan terus diajak berpikir dan menganalisis agar mereka tidak pasif. Menurutnya, untuk menjalankan metode pembelajaran ini yang terpenting adalah mengubah mindset bahwa riset itu tidak sulit.

“Jadi enggak asal fun learning atau active learning. Enggak hanya mengandalkan psikomotorik, tapi juga ada pendalaman pola pikir,” imbuhnya.

Melalui sistem APEL, lanjut Yuni, anak berperan sebagai pelaku pembelajaran, sedangkan guru sebagai mentor. Dia juga mengungkapkan beberapa tantangan memberlakukan pola APEL kepada anak-anak di pedalaman.

“Kesulitannya bahasa, kemudian mereka sulit menuliskan hipotesa. Mungkin karena mereka sudah terbiasa mengikuti sistem pembelajaran konvensional,” pungkasnya.

Sumber berita: news.okezone.com dan redaksi
Sumber gambar: portalamazonia.com